Sabtu, 01 Agustus 2015

DAUN NANGKA DAN PINTU PINTU TERBUKA karya : Arahmaiani

Sehelai daun nangka jatuh ke kepala

Apakah kegilaan ini nyata?

 

Pintu-pintu terbelah

Jendela kaca pecah

Kurobek dada

Kuperlihatkan isinya

 

Inilah aku darah yang berasal dari tanah

Roh yang rindu

Tersesat di lautan galau

Tak berurut tak ada petunjuk

 

Pintu-pintu rumah terbuka semua

Segala angin jahat, syahwat

Menyerbu, menyeru, bersatu

Menjadi sebongkah batu

 

Inilah aku: setitik nurani

Dalam kacau porak poranda

Gelap napsu getir kuatir

Harus mengabdi kepada waktu

 

Tuanku, bisakah nasib ini kuperangkap

Dan kujebloskan ke dalam kebohongan pengkhianatan?

Atau kupercayakan pada ombak

Yang menerpa pantai karang?

 

(Wajahnya tak kelihatan

Namun degupnya selalu terasakan)

 

Bagaimana mungkin aku bisa melarikan diri

Menjelmakan hakikat kesesatan bersekutu dengan setan

Dan membawa panji-panji pernyataan:

Bahwa di alam ini tidak ada Tuhan

 

Aku teringat cerita panjang

Tentang awal kehidupan

Aku bertanya:

Apakah makna penciptaan?

 

Adalah gairahku, minat yang terbangkitkan

Ketika menyaksikan kilap sebilah pedang teramat tajam

Merah seciprat darah di lantai marmer mewah

Dan hewan-hewan melakukan persetubuhan

 

Hasratku bergejolak, mengombak, beriak, berteriak:

Oi, lahirkan kenikmatan-kenikmatan

Sebagai anak-anak dari persekutuan

Antara malaikat dan setan!

 

Telah diciptakan dua kekuatan

Dua saling berlawanan, saling melengkapi

Untuk membangkitkan keinsyafan

Menyadarkan kemanusiaan

 

Setiap kali kubuka mata

Selalu kulihat tanah di bawah sini, langit di atas sana

Setiap kali aku tertawa

Selalu diikuti tetes airmata

 

Kesetiaan mengharukan

Tunjukkan aku pada kenyataan

Kokohkan aku pada janji

Dan robohkan aku apabila mengingkari

 

Telah diciptakan matahari & bulan, daratan & lautan

Laki-laki & perempuan, kawan & lawan, ketertiban & kekacauan

Jadi satu dan sebadan

Dalam segala tindak dan kejadian

 

Tuanku,

Dapatkah angin dirobah arah tiaupannya?

Dapatkah hati disembunyikan dalam almari?

Dan lalu dikunci?

 

Di ambang setiap pintu terbuka

Iblis-iblis berdiri menjulurkan lidahnya

Matanya menelanjangiku

Cakarnya mengoyak keyakinanku

 

Siapakah sebenarnya kamu?

Siapakah sebenarnya aku?

 

Sungai membelah hutan

Cinta menunjukkan jalan

Sekalipun aral akan tetap datang

Cemas menghadang dan iman guncang

 

Dari buah asalnya biji

Dari mentari datangnya api

Bagaimana berhadapan dengan siluman

Adalah rahasia kedaulatan diri

 

Bagaimana memutuskan kebergantungan

Adalah makna kemerdekaan

 

II

 

Halilintar menyambar-nyambar

Kilat berkelebat

Aku tergetar

Tubuh terkapar

 

Bangkit! Bangkit!

Bangkitlah kesadaran

Bangkitkan diri dari kelemahan

Bangkitkan diri dari impotensi

 

Bangkit engkau penghuni surga

Bangkit engkau penghuni neraka

Bangkit dan uji kebenaran

Bangkit dan wujudkan cita-cita

Biarkan pertentangan datang

Biarkan keterbatasan menunjukkan kekuatan

Hadirkan kebencian

Dan cinta kasih akan memperlihatkan kekuasaan

 

Hadirkan pengkhianatan

Dan kesetiaan akan menjadi keindahan

Hadirkan penderitaan

Dan kita akan mengerti kebahagiaan

 

Memang hidup bukan bunga cempaka

Bukan rumah yang hangat

Di mana ibu dan bapak selalu ada

Ataupun rangkaian pelukan tak berkeputusan

 

Bukan lodong yang diledakkan dekat lebaran

Itu sensasi, kata lain puas diri

Bukan pula pelor-pelor yang ditembakkan pada tawanan

Itu eksekusi, kata lain penganiayaan

 

Ya, keberadaan biarkan bicara atas namanya sendiri

Ya, rahasia penciptaan bukan untuk dicari

Tetapi untuk diungkapkan

Lewat kesadaran diri

 

Aku tak pernah ingat kapan aku dilahirkan

Aku tak pernah bertatap muka dengan Adam

Aku tak pernah ingat dari mana aku datang

Hanya kurasakan rindu yang tak berkeputusan

 

Rindu yang membawa aku ke rumah-rumah gelap

Namun terbuka semua pintu-pintunya

Membawa aku pada duka cita, amarah, dan dendam

Curiga tidak percaya, kecut dan takut, gerah gelisah

 

Dan sakitnya terpisah

Di mana matahari garang memanggang dan tak pernah tenggelam

Rindu yang dahaga

Rindu yang sakit jiwanya

 

Tuanku,

Apakah peredaran matahari dapat dihentikan?

Apakah dalam gelap harus selalu tersesat?

Tidak bisa selamat?

 

Aku ingin meniti pelangi dan memamah matahari

Ah, alangkah sulitnya mengikuti gerak api

Sebab empat penjuru angin selalu terbuka lebar-lebar

pintu-pintunya

Di mana aku berdiri angin menerpa pada setiap sisi

 

Pada langit kelam munculnya bintang

Dalam gelap adanya hati yang tetap

 

Hitunglah degup jantung

Dan ulang dan ulang

Dan ulang

Maka setan takkan berani datang

Bergeraklah berputar

Ciptakan pagar

Karena tak sselamanya dalam gelap

Harus selalu tersesat

 

Awan hitam lebur menjadi hujan

Kokok ayam menjadi peringatan pagi kan menjelang

Bahwa manusia mampu melakukan perubahan dan

mengolah mekanisme pertahanan

Ditegaskan dan disampaikan

 

Kalau ada gelap, ada terang

Aka ketetapan, ada perubahan

Ada perangkap, ada pembebasan

Ada sikap, ada jalan

 

Tak usah,

Tak usah ditanyakan di mana Tuhan

Tapi bunuhlah benih-benih pengkhianatan

Kuburkan dalam iman

 

Telah diciptakan kegembiraan dan kegundahan

Kewajaran dan keanehan, keyakinan dan keraguan

Dalam dinamika daur ulang

Berulang dan berulang

Di peringkat atas letaknya pusat kekuasaan

Di bawah sumber pemberontakan

Berulang dan berulang bertukaran

 

Daun-daun kering berjatuhan

Menjadi humus dan menyuburkan

Dalam hening aku tersadarkan:

Hidup tak perlu dilakoni

Apabila sia-sia belaka

Cinta tak dipelihara

Tak ada maknanya

 

Inilah aku:

Kegelisahan dalam kental kekecewaan

Berusaha membidik makna

Hidup teramat purba

Hidup duka

Hidup cedera

Hidup kita

 



Sekalaras, 1987 

=ARAHMAIANI=

Tidak ada komentar:

Posting Komentar