Sehelai daun nangka jatuh ke kepala
Apakah kegilaan ini nyata?
Pintu-pintu terbelah
Jendela kaca pecah
Kurobek dada
Kuperlihatkan isinya
Inilah aku darah yang berasal dari tanah
Roh yang rindu
Tersesat di lautan galau
Tak berurut tak ada petunjuk
Pintu-pintu rumah terbuka semua
Segala angin jahat, syahwat
Menyerbu, menyeru, bersatu
Menjadi sebongkah batu
Inilah aku: setitik nurani
Dalam kacau porak poranda
Gelap napsu getir kuatir
Harus mengabdi kepada waktu
Tuanku, bisakah nasib ini kuperangkap
Dan kujebloskan ke dalam kebohongan pengkhianatan?
Atau kupercayakan pada ombak
Yang menerpa pantai karang?
(Wajahnya tak kelihatan
Namun degupnya selalu terasakan)
Bagaimana mungkin aku bisa melarikan diri
Menjelmakan hakikat kesesatan bersekutu dengan setan
Dan membawa panji-panji pernyataan:
Bahwa di alam ini tidak ada Tuhan
Aku teringat cerita panjang
Tentang awal kehidupan
Aku bertanya:
Apakah makna penciptaan?
Adalah gairahku, minat yang terbangkitkan
Ketika menyaksikan kilap sebilah pedang teramat tajam
Merah seciprat darah di lantai marmer mewah
Dan hewan-hewan melakukan persetubuhan
Hasratku bergejolak, mengombak, beriak, berteriak:
Oi, lahirkan kenikmatan-kenikmatan
Sebagai anak-anak dari persekutuan
Antara malaikat dan setan!
Telah diciptakan dua kekuatan
Dua saling berlawanan, saling melengkapi
Untuk membangkitkan keinsyafan
Menyadarkan kemanusiaan
Setiap kali kubuka mata
Selalu kulihat tanah di bawah sini, langit di atas sana
Setiap kali aku tertawa
Selalu diikuti tetes airmata
Kesetiaan mengharukan
Tunjukkan aku pada kenyataan
Kokohkan aku pada janji
Dan robohkan aku apabila mengingkari
Telah diciptakan matahari & bulan, daratan & lautan
Laki-laki & perempuan, kawan & lawan, ketertiban & kekacauan
Jadi satu dan sebadan
Dalam segala tindak dan kejadian
Tuanku,
Dapatkah angin dirobah arah tiaupannya?
Dapatkah hati disembunyikan dalam almari?
Dan lalu dikunci?
Di ambang setiap pintu terbuka
Iblis-iblis berdiri menjulurkan lidahnya
Matanya menelanjangiku
Cakarnya mengoyak keyakinanku
Siapakah sebenarnya kamu?
Siapakah sebenarnya aku?
Sungai membelah hutan
Cinta menunjukkan jalan
Sekalipun aral akan tetap datang
Cemas menghadang dan iman guncang
Dari buah asalnya biji
Dari mentari datangnya api
Bagaimana berhadapan dengan siluman
Adalah rahasia kedaulatan diri
Bagaimana memutuskan kebergantungan
Adalah makna kemerdekaan
II
Halilintar menyambar-nyambar
Kilat berkelebat
Aku tergetar
Tubuh terkapar
Bangkit! Bangkit!
Bangkitlah kesadaran
Bangkitkan diri dari kelemahan
Bangkitkan diri dari impotensi
Bangkit engkau penghuni surga
Bangkit engkau penghuni neraka
Bangkit dan uji kebenaran
Bangkit dan wujudkan cita-cita
Biarkan pertentangan datang
Biarkan keterbatasan menunjukkan kekuatan
Hadirkan kebencian
Dan cinta kasih akan memperlihatkan kekuasaan
Hadirkan pengkhianatan
Dan kesetiaan akan menjadi keindahan
Hadirkan penderitaan
Dan kita akan mengerti kebahagiaan
Memang hidup bukan bunga cempaka
Bukan rumah yang hangat
Di mana ibu dan bapak selalu ada
Ataupun rangkaian pelukan tak berkeputusan
Bukan lodong yang diledakkan dekat lebaran
Itu sensasi, kata lain puas diri
Bukan pula pelor-pelor yang ditembakkan pada tawanan
Itu eksekusi, kata lain penganiayaan
Ya, keberadaan biarkan bicara atas namanya sendiri
Ya, rahasia penciptaan bukan untuk dicari
Tetapi untuk diungkapkan
Lewat kesadaran diri
Aku tak pernah ingat kapan aku dilahirkan
Aku tak pernah bertatap muka dengan Adam
Aku tak pernah ingat dari mana aku datang
Hanya kurasakan rindu yang tak berkeputusan
Rindu yang membawa aku ke rumah-rumah gelap
Namun terbuka semua pintu-pintunya
Membawa aku pada duka cita, amarah, dan dendam
Curiga tidak percaya, kecut dan takut, gerah gelisah
Dan sakitnya terpisah
Di mana matahari garang memanggang dan tak pernah tenggelam
Rindu yang dahaga
Rindu yang sakit jiwanya
Tuanku,
Apakah peredaran matahari dapat dihentikan?
Apakah dalam gelap harus selalu tersesat?
Tidak bisa selamat?
Aku ingin meniti pelangi dan memamah matahari
Ah, alangkah sulitnya mengikuti gerak api
Sebab empat penjuru angin selalu terbuka lebar-lebar
pintu-pintunya
Di mana aku berdiri angin menerpa pada setiap sisi
Pada langit kelam munculnya bintang
Dalam gelap adanya hati yang tetap
Hitunglah degup jantung
Dan ulang dan ulang
Dan ulang
Maka setan takkan berani datang
Bergeraklah berputar
Ciptakan pagar
Karena tak sselamanya dalam gelap
Harus selalu tersesat
Awan hitam lebur menjadi hujan
Kokok ayam menjadi peringatan pagi kan menjelang
Bahwa manusia mampu melakukan perubahan dan
mengolah mekanisme pertahanan
Ditegaskan dan disampaikan
Kalau ada gelap, ada terang
Aka ketetapan, ada perubahan
Ada perangkap, ada pembebasan
Ada sikap, ada jalan
Tak usah,
Tak usah ditanyakan di mana Tuhan
Tapi bunuhlah benih-benih pengkhianatan
Kuburkan dalam iman
Telah diciptakan kegembiraan dan kegundahan
Kewajaran dan keanehan, keyakinan dan keraguan
Dalam dinamika daur ulang
Berulang dan berulang
Di peringkat atas letaknya pusat kekuasaan
Di bawah sumber pemberontakan
Berulang dan berulang bertukaran
Daun-daun kering berjatuhan
Menjadi humus dan menyuburkan
Dalam hening aku tersadarkan:
Hidup tak perlu dilakoni
Apabila sia-sia belaka
Cinta tak dipelihara
Tak ada maknanya
Inilah aku:
Kegelisahan dalam kental kekecewaan
Berusaha membidik makna
Hidup teramat purba
Hidup duka
Hidup cedera
Hidup kita
Sekalaras, 1987
=ARAHMAIANI=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar