(tentu saja kita boleh bermimpi)
redup bola matamu, kita tentu saja bukan menjarah
saudara sendiri
turun kakiku dari anak tangga panggung malam, selimut
telah mengulurkan
tapak tanganmu menjadi hangat dalam genggam; bukan perih
tetapi tentu saja aku boleh bermimpi
ketipak gendang, rancak bertingkah dari derap
ke penghujung derap
engkau tidak sendiri, berkawan senyum ramah
di sudut pertemuan
aku ingin berlari, tetapi ada jerat dalam kerinduan
tentang kampung halaman
bukan hanya aku
tetapi engkau juga tentu boleh bermimpi
siapa di antara kita yang pantas disebut nenek moyang?
berjejer sudah lembar-lembar catatan sejarah
hanya sebatas mimpi, tentang kembali pada kampung halaman,
bertahun sudah
bertahun seperti yang kalian ceritakan padaku malam itu
malam usai pembacaan sajak, jabat tangan kalian
bertambah hangat
siapa pula di antara kita yang menjadi tamu
di tanah-tanah jauh?
entah kembali kepada entah
entah di batas keturunan mana ketika pertemuan itu
menjerat, tetapi tidak harus menjebak
karena kita
tentu saja boleh bermimpi; tentang rindu tentang diriku-dirimu
orang-orang Tambilahan
orang-orang tanah rantauan
dari redup bola matamu
cermin sahaja
wajah dan tatap mata
kerinduanku di tanah-tanah jauh
engkau tiba-tiba saja menjadi abadi
tentu saja kita boleh bermimpi
tanda bahwa masih ada harapan di setiap pertemuan
tentang kabar kampung halaman, di penghujung pembacaan
sajak kita terkenang
karena kita
orang-orang pahuluan
/banjarbaru-asa, 15 juli 2008 (sepulang dari Jambi)
=ALI SYAMSUDIN ARSY=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar