Aku singgah di Pangkal Pinang
bau timah kedai kopi berebut tempat
di jalan ternama jantung kota tua
merebut tradisi kacang segelas susu
Kudengar seorang perantauberkeluh,
“Kasihan benar anak-anakku
untuk pintar harus ke ladang kopi
memilih biji terbaik pedih tak sekolah
memamah rumput plastik memakan telivisi
lupa jalan pergi meninggalkan kami.”
Kupesan dua gelas kopi tung tau
menghibur si perantau agar segera pulang
kampung halaman menua dalam cangkir
diaduk mengabur dalam pusaran waktu
Masih kudengar si perantau meratap,
“Kasihan benar anak-anakku
untuk mencintai harus menjemur kopi
memilih hari baik bergantung warna langit
menumbuk mimpi menyeduh cita-cita
lupa jalan pulang kepada kami.”
Kutinggalkan kedai kopi tung tau
menyeberang menuju kopi tiam
aku berharap ada arabika di sana
walaupun tak ada kebun kopi di sini
Jalan Singapur, Pangkal Pinang, 22 April 2013
=GOL A.GONG=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar