Jalan berliku-liku
tanah airku
penuh rambu-rambu
indonesiaku
Sehelai karcis di genggaman, hari senja dan kulihat engkau
terpampang dalam headline & tajuk rencana koran-koran ibukota.
Engkau tersenyum dan sakit gigi. Engkau malu-malu bagai kucing
(entah mengeong entah mengerang entah marah entah sayang) yang
terpendam dalam deretan kata-kata nusantara yang lalu-lalang
keluar-masuk dalam kedirianku. Engkau tegak dan tumbang sepanjang
hari : bengkalaian sajak-sajak para penyair yang sempat terbit, dicetak
dengan rasa sesal serta malu yang purba.
Dan Maghrib pun menggema dan bel berdering nyaring dan aku terdesak
ke tepi nian; namun masih sempat membayangkan engkau, kasihku,
meskipun dengan terbata-bata
jalan berliku-liku jalan berliku-liku
tanah airku tanah airku
penuh rambu-rambu penuh rambu-rambu
indonesiaku indonesiaku
Sebuah tas di pangkuan, terbentang malam dan kurasakan engkau
tunggang-langgang berpacu, bus tua yang tua-tua keladi (dipermak
ditimbun di kali berkali-kali) menangis dan bernyanyi seperti deretan
mimpi-mimpi. Engkau yang duduk terantuk-antuk dalam pasaran
dunia yang berdiri memaki-maki sepanjang jalanan gelombang
berliku-liku yang membadaikan tikaman hujan rambu-rambu hingga
aku terpelanting jauh ke belakang, namun masih sempat membayangkan
jarak yang telah & akan dilalui (suka tak suka mandi berenang
dalam telaga luka nanahmu o tanah airku), meskipun dengan terbata-
bata.
jalan berliku-liku
tanah airku
penuh rambu-rambu
indonesiaku
Sekujur tubuh di perjalanan, malam yang akan berdentang-dentang dan
kaulihat aku puntang-panting memburumu dari tikungan ke tikungan.
(Barangkali berjuta pohon telah tumbang dalam pacuanmu. Barangkali
berjuta mulut telah mengeringkan tanahmu o indonesiaku. Barangkali
berjuta ke mulut telah menguap-udarakan segala airmu pengap o
indonesiaku. O siapakah yang telah tercerabut, sayangku : engkau
tanah airku atau aku anak negerimu ?) Tetapi aku sungguh merasa
malu ketika kudengar engkau menyanyikan rasa tak berdaya
anak negerimu diancam ledakan-ledakan berangan akan purnama
sepanjang malam. Dan engkau pun menangis ketika malu kita jadi
malu semua : tertera dalam peta kita, luka-luka dan nyeri terbata-bata.
jalan berliku-liku
tanah airku
penuh rambu-rambu
indonesiaku
Sebibir duka tersangkut di bibir ngarai, anak negerimu terjaga dan
berhamburan ke jalanan. Bulan sepotong di atas luka o awan
mengelilinginya bagai nusantara
“Sebagai supir, saya tak begitu mahir," kata seorang yang mengaku
supir.
“Sebagai penumpang, kita tak begitu lapang," terdengar seseorang
mendengus.
“Huss!”
tulis kamus.
“Kita membutuhkan lapang !” teriak orang-orang. “Kita
memerlukan kebebasan, “ dengus rambu-rambu dan tiang-tiang.
“Tetapi perjalanan harus dilanjutkan”, tulis travel biro dalam iklan.
Orang-orang membeli karcis dan kursi
Orang-orang duduk menari hi-hi
Orang-orang menari sambil memaki-maki.
Orang-orang memaki sampai bosan.
Orang-orang bosan dan bosan
Bus-bus jalan.
“Itu Pulau Sumatera,” kata seseorang menunjuk awan di tepi-tepi
bulan.
“Bukan, itu Pulau Kalimantan,”bantah seseorang sambil makan
udang.
“Salah, yang tepat adalah Pulau Jawa,” kata kondektur sambil minum
bajigur.
jalan berliku-liku jalan berliku-liku
tanah airku tanah airku penuh
rambu-rambu penuh rambu-rambu
indonesiaku indonesiaku
Sepanjang jalanan sepanjang tikungan sepanjang tanjakan sepanjang
turunan rambu-rambu bermunculan.
Seribu tanda seru memendam berjuta tanda tanya. Seribu tanda
panah mencucuk luka indonesiaku. Seribu tanda sekolah memperbodoh
kearifan nenek moyangku. Seribu tanda jembatan menganga ngarai
wawasan si Badai si Badu. Seribu tanda sendok garpu adalah lapar dan
lapar yang senyum-senyum di luar menu. Seribu tanda gelombang
melambung hempaskan juang anak negerimu. Seribu tanda-tanda dijajakan
berjejal-jejal di mulutmu. Seribu tanda-tanda seribu jalanan seribu
tikungan seribu tanjakan seribu turunan liku-liku o luka tanah airku
dalam wajahmu indonesiaku.
jalan berliku-liku jalan berliku-liku
tanah airku tanah airku
penuh rambu-rambu penuh rambu-rambu
indonesiaku lukamu lukaku
STOP
=HAMID JABBAR=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar