Selasa, 04 Agustus 2015

SEJARUM PENITI, SEPUNGGUNG GUNUNG karya : Taufik Ismail

Puisi punya kepentingan besar terhadap bertrilyun daunan yang terpasang

tepat dan rimbun pada pepohonan

pada bermilyar pepohonan yang terpancang rapi

di permukaan bukit, pegunungan, lembah dan dataran pantai

Yang dialiri beratus juta kilometer kubik

air berbentuk padat,cair dan gas

dalam gerakan dinamik yang kau tak habis kagumi ruwetnya:

tegak lurus dari atas ke bawah, tegak lurus dari bawah ke atas

miring terjal miring landai,

beringsut dari kiri ke kanan, bergulir dari kanan ke kiri

menembus permukaan daun, meluncuri serat-serat kayu

mendaki akar, menaiki elevator serambut

yang tersusun rapi dalam batang kayu

menguap gaib lewat noktah-noktah jendela mikroskopis

lalu bergabung dalam substansi gas-gas yang tak dapat

kau sentuh, kau cium, kau tatap, beribu-ribu klasifikasinya

semua tersusun dalam komposisi yang begitu rumit

tapi demikian teraturnya, yang memungkinkan kau

menengadah ke atas sana, dan tersiuk berkata

waduh biru bersih betul langit itu

dan tengoklah serpihan-serpihan bulu domba berserak di angkasa

dengarlah angin telah berganti baju jadi musik gesek instrumental

yang melatarbelakangi semua ini, dan kulihat kau menitikkan

dua tetes cairan dari kedua sudut kelopak mata kau itu.

 

Puisi punya kepentingan besar terhadap air yang tersedia

dalam berbagai ukuran bejana bumi

mengalir melalui bermacam format saluran tanah

dihuni oleh perenang-perenang sejati yang berukuran

mulai dari

sejarum peniti sampai sepunggung gunung

dengan warna-warni panorama bawah laut

yang luar biasa menakjubkan

bayangan dan penafsiran dari angkasa penuh cahaya

yang menaunginya

yang di atasnya mengapung dan mengepak

berjuta penerbang bersayap dengan gerakan matematis

bercumbu dengan angin dan bercakap-cakap dengan cuaca.

 

Puisi punya kepentingan besar terhadap unggas-unggas itu

yang ketika mengapung di atas sana

hinggap di dahan atau mengais tanah

berdialog dengan seluruh makhluk penghuni bumi

melata dia merangkak dia berjalan dua kaki dia

menyusupi rumput dia menyelami tanah dia

dan paru-paru mereka berdenyut, jantung mereka berdetak

susunan syaraf mereka memberi sinyal-sinyal cendekia

dalam sirkulasi zat asam yang siklusnya ruwet

tapi dapat dijelaskan lewat bahasa apa pun

dan susunan angka-angka apa pun

sehingga dapat kita raba

peradaban

dan budaya.

 

Puisi mencatatnya semua, menyampaikannya kembali

dengan sentuhan yang indah dan penuh keterharuan

mengulangi ini lewat daurnya sendiri-sendiri

berabad lamanya beriringan

denyut zikir tiada putusnya tegak lurus ke arah

Asal Ini Semua.

 

Puisi dengan penuh rasa khawatir, curiga dan cemburu

menyaksikan dedaunan, pepohonan, unggas, ikan,

cuaca, zat asam, susunan syaraf, sungai, danau, lautan

bercakap serak dan gagu dengan sesamanya

bagi kawanan makhluk yang telah dilucuti kesempurnaannya

dalam harmoni yang dulu tiada tertandingi.

Huruf-huruf kapital telah mengeja keserakahan,

mengejek kemiskinan, mencetak kekerasan, melestarikan penindasan,

menyebarkan kejahilan, semua dalam bentuk baru

yang tanpa bandingan sepanjang umur sejarah,

menerjemahkannya ke setiap bahasa

lengkap dengan petunjuk pelaksanaannya

secara kolektif melakukan penghancuran peradaban

mula-mula dalam kecepatan perlahan, dan kini

dalam percepatan yang seperti tiada dapat tertahankan.

 

Puisi menangisinya, mencatatnya

dengan huruf-huruf sedih, sesak nafas, geram dan naik darah.

 

Puisi menepuk bahu dan mencoba mengingatkan.     



 

1990

=TAUFIK ISMAIL=

4 komentar: