Buat BS dan BMS
Di restoran itu kupesan sepiring gado-gado.
Harganya lima euro, lima belas kali harga gado-gado buatan Ning, Balai
Pemuda, Surabaya.
Aku telah bosan melangkah dari roti ke roti sampai angan-angan seperti basi.
Sendok dan garpu menari, kuserahkan mulutku pada irisan
kentang, lontong, tauge, kerupuk udang, dan bumbu pedas
yang makin memantapkan keindonesiaanku.
Detak jantungku menabuh gamelan, nafasku menjadi angin yang
melambaikan daun-daun nyiur, dan rohku menjelma pencalang yang
menciumi ombak demi ombak Kepulauan Seribu.
Saat kubayar gado-gado itu, aku berbisik ke arah yang jauh:
“Ning, aku di sini masih merasakan ramah gado-gadomu,
tapi uangnya kubayarkan kepada orang lain di kota Den Haag.”
Dalam langkah pulang ke hotel, masih kujilat sisa bumbu yang
melekat di langit.
Peristiwa di tanah air tak semuanya enak dikenang.
Tak semuanya selincah lenggang layang-layang.
=D. ZAWAWI IMRON=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar