Jumat, 03 Juli 2015

BIOGRAFI PENYAIR KORRIE LAYUN RAMPAN

Korrie Layun Rampan dilahirkan di Samarinda, Kalimantan Timur, 17 Agustus 1953. Ayahnya bernama Paulus Rampan dan ibunya bernama Martha Renihay- Edau Rampan. Korrie telah menikah dengan Hernawati K.L. Rampan, S.Pd. Dari pernikahannya itu Korrie dikarunia enam orang anak.

Semasa muda, Korrie lama tinggal di Yogyakarta. Di kota itu pula ia berkuliah. Sambil kuliah, ia aktif dalam kegiatan sastra. Ia bergabung dengan Persada Studi Klub-- sebuah klub sastra-- yang diasuh penyair Umbu Landu Paranggi. Di dalam grup ini telah lahir sejumlah sastrawan ternama, seperti Emha Ainun Nadjib, Linus Suryadi A.G., Achmad Munif, Arwan Tuti Artha, Suyono Achmad Suhadi, R.S. Rudhatan, Ragil Suwarna Pragolapati, Teguh Ranusastra Asmara, Iman Budhi Santosa, Suminto A. Sayuti, Naning Indratni, Sri Setya Rahayu Suhardi, Slamet Riyadi, Sutirman Eka Ardhana, B. Priyono Sudiono, Saiff Bakham, Agus Dermawan T., Slamet Kuntohaditomo, Yudhistira A.N.M. Massardi, Darwis Khudori, Jabrohim, Sujarwanto, Gunoto Saparie, dan Joko S, Passandaran.

Pengalaman bekerja Korrie dimulai ketika pada 1978 ia bekerja di Jakarta sebagai wartawan dan editor buku untuk sejumlah penerbit. Kemudian, ia menjadi penyiar di RRI dan TVRI Studio Pusat, Jakarta, mengajar, dan menjabat Direktur Keuangan merangkap Redaktur Pelaksana Majalah Sarinah, Jakarta. Sejak Maret 2001 menjadi Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Koran Sentawar Pos yang terbit di Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Di samping itu, ia juga mengajar di Universitas Sendawar, Melak, Kutai Barat, Kalimantan Timur. Juga pernah menjadi anggota DPRD Kabupaten Kutai Barat periode 2004-2009. Di legeslatif itu Korrie menjabat sebagai Ketua Komisi I.

 Sebagai sastrawan, Korrie dikenal sebagai sastrawan yang kreatif. Berbagai karya telah ditulisnya, seperti novel, cerpen, puisi, cerita anak, dan esai. Ia juga menerjemahkan sekitar seratus judul buku cerita anak dan puluhan judul cerita pendek dari para cerpenis dunia, seperti Leo Tolstoy, Knut Hamsun, Anton Chekov, O'Henry, dan Luigi Pirandello.
Novelnya, antara lain, Upacara dan Api Awan Asap meraih hadiah Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta, 1976 dan 1998. Beberapa cerpen, esai, resensi buku, cerita film, dan karya jurnalistiknya mendapat hadiah dari berbagai sayembara. Beberapa cerita anak yang ditulisnya ada yang mendapat hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Cuaca di Atas Gunung dan Lembah (1985) dan Manusia Langit (1997).

Beberapa novelnya Upacara (Pustaka Jaya, 1976); Api Awan Asap (Grasindo, 1999), Wanita di Jantung Jakarta (Grasindo,2000), Perawan (Balai Pustaka, 2000), Bunga (Grasindo, 2002), Lingkaran Kabut (Grasindo, 2002), Sendawar (diterbitkan sebagai cerber di Tabloid Nova, 2003).

Kumpulan cerpennya tercatat di laman ini ada 31 buku, beberapa di antaranya adalah  Malam Putih (PD Mataram, 1978, Balai Pustaka, 1981), Kekasih (Nusa Indah, 1982), Perjalanan Guru Sejarah (Bahtera, 1983),  Hitam (Balai Pustaka, 1993), Rawa (Indonesia Tera, 2000), Tarian Gantar (Indonesia Tera, 2002), Tamiang Layang, Lagu dari Negeri Cahaya (Balai Pustaka, 2002), Teluk Wengkay (Kompas, 2003), Percintaan Angin (Gramedia, 2003), Kayu Naga (Grasindo, 2005), Daun-Daun Bulan Mei (Kompas).

Kumpulan puisinya antara lain Matahari Pingsan di Ubun-Ubun (Walikota Samarinda, 1974), Putih! Putih! Putih! (bersama Gunoto Saparie, Yogyakarta, 1976), Sawan (Yayasan Indonesia, 1978), Suara Kesunyian (Budaya Jaya, 1981),  Nyanyian Kekasih  (Nur Cahaya, 1981), Nyanyian Ibadah (PD Lukman, 1985), Undangan Sahabat Rohani ( Yogya, 1991), Mata Kekasih (bukupop).

Korrie Layun Rampan juga banyak menulis buku esai dan kritik sastra, buku teks dan kamus, dan cerita anak-anak.

 

 

Catatan Lain:

Korrie Layun Rampan membuka kumpulan ini dengan tulisan Jejak tak Bertapak di Dalam Puisi Indonesia. Di antaranya ia menulis: “Sampai sekarang saya sendiri tak tahu pasti berapa jumlah puisi sudah saya tulis. Seingat saya puisi pertama yang dipublikasi berjudul “Solitude”, dibacakan oleh Hamdi AK, BA di RRI Samarinda pada tahun 1964 saat saya berusia sebelas tahun dan duduk di kelas satu menengah pertama.” Penyair ini telah menulis sejumlah puisi, cerita pendek dan drama saat masih SD. Berlanjut hingga sekolah di Samarinda dan saat mukim di Yogyakarta tahun 1971.

          Korrie melanjutkan tulisannya: “Pada awal saya terjun ke dunia kepengarangan saya lebih banyak menulis puisi. Salah satu pengalaman yang memacu keberanian saya mengirim tulisan ke media massa bergengsi saat itu adalah dorongan seorang teman sesama mahasiswa, Arwan Tuti Artha. Mungkin sengaja memanas-manasi saya atau tidak, ia menunjukkan kepada saya amplop tebal puisi-puisinya yang diretour majalah sastra Horison.” Sejak itu penyair yang tak pernah punya nyali mengirimkan karya-karyanya itu ngebut mengetik sejumlah puisi dan tulisan lainnya.

          Korrie berkata lagi: “Menulis puisi bagi saya adalah sebuah tantangan dan pertaruhan. Meskipun sejumlah puisi saya ada yang dipilih untuk beberapa antologi bergengsi seperti yang dilakukan oleh Linus Suryadi AG dalam Tongggak 4, dan beberapa antologi lainnya namun saya tetap menganggap saya bukanlah penyair, sehingga saya merasa saya telah melakukan langkah tak bertapak di dalam perpuisian Indonesia modern. Saya menulis puisi karena kebutuhan jiwa untuk berkomunikasi dengan cara yang sederhana, efisien, namun estetis. Bagi saya, puisi sebenarnya bukanlah hanya kata-kata, ia sesungguhnya roh kata-kata, sehingga puisi memungkinkan penyairnya menyampaikan gagasan, kritik, anekdot, analisis, cercaan, pembelaan, curahan perasaan, dan sebagainya secara kritis, padat, indah, dan tajam dengan keunggulan estetika.”

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar