setelah itu cuma igau
lelaki rantau pulang
hanya melepas kerinduan
tentang kenangan di samping rumah
museum yang menyimpan silsilah
atau lembar-lembar sejarah,
hutan bakau, ladang cengkih,
kebun kopi, dan hutan damar
yang kini hilang tenar
tanah hitam
sisa arang
udara berselimut asap
bagai kabut di tanah eropa
namun karena rindu
setiap waktu mandi kabut
setelah itu cuma igau
bahwa tanah kelahiran
segala muara kenangan
ingatan yang mesti diambil lagi
maka ia buru ke sudut-sudut
hutan damar, kebun kopi, ladang
cengkih, atau hutan bakau
- seperti penyelamat lingkungan
yang jadikan lahan mangrov –
sebagai buku kenangan
namun museum di kota tetap lengang
dan lelaki rantau berdiri di tangga rumah
menyerpihi setiap silsilah
mencari-cari sejarah yang raib
membuang jauh segala aib
“kita punya banyak warisan
melebihi kemegahan kota
kenapa tak dijaga dan harus dilupakan?”
lalu ia sebut adin, atu, kyai, udo,
datuk, dan nyai[2]
untuk duduk bersila di lamban[3]
menghitung yang hilang
mengumpulkan perlawanan!
2005/2006
=ISBEDY STIAWAN Z. S.=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar