Kau adalah telapak waktu.
Yang menjejak di tubuhku, sepanjang hari yang penuh duri.
Kerumun mimpi yang tak usai kupunguti satu per satu.
Namun kau terus melangkah, berharap tak kesasar bersama sejarah yang hambar.
Di jalan yang gelap tanpa kertas peta,
kau tarik lenganku dan memancung segala purnama yang hinggap di langit.
Tapi orang-orang lebih senang merayakan luka dari pori-pori kulit mereka.
Memasuki serapah yang dipenuhi ludah, atau segala tabiat jahat sebelum malam berangkat.
Dan engkau masih terus menyobek hari yang tertanda dalam almanak.
Seperti segala dosa dan sedih telah tamat.
Di rimbun kota, aku dihinggapi cemas yang runcing di ujung rambut.
Suara anjing yang terus melolong, dan kota yang telah menjelma jadi raksasa hitam.
Namun tahun memang menua,
jejaknya masih kau catat, di sebuah buku yang telah terjatuh di lorong gelap.
Suara teriakan itu bergumul, memanggul semua jasad yang kehilangan kenangan.
Engkau adalah telapak waktu.
Jejak tanpa muslihat, mendekapku dalam muram.
Edelweis, 2014
=ALEXANDER ROBERT NAINGGOLAN=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar