“pilu hati ini
maka aku kangen
pada kematian.”
anak anak kian kehilangan
kesempatan bercanda
sejak hari harinya cuma menunggu
para orangtua yang akan
menandu, atau membawakan
kereta berwarna ungu. dibalut
selendang biru milik ibu:
(juga) kain batik dari pekalongan
setelah itu,
iringan panjang itu
iringan panjang
yang menghitam
satu jam lalu ditambah hari hari
pilu, anak anak itu menanggung sakit
(kekurangan gizi, muntaber,
atau polio…)
masuk rumah sakit, tapi keluar
cuma tak mampu menebus kwitansi
bertulis daftar obat dan sewa kamar
- dan tangan dokter yang putih –
selendang biru milik ibu
membayang sebagai tali plastik
tergantung di bububungan
menjuntai maut
anak anak itu ingin sekali
memanjat selendang biru milik ibu
ingin sekali terbang tanpa harus
membikin sayap. dalam waktu penuh
gaduh ini, tak perlu orang menjelma
kupu kupu
tak harus kematian
menunggu terlalu lama,
“pilu hati ini
telah membuatku makin
kangen pada maut.”
di sembarang waktu
di lorong mana pun
di sepanjang koridor yang sunyi
iringan panjang itu,
sekelimun orang yang menghitam
mengantar lalu pulang
anak anak itu terlalu indah
untuk cepat pergi
terlalu pagi untuk mati
atau mematahkan usia
dan mengubur sejuta hari
di muka,
dengan selendang biru milik ibu
dengan kertas kertas terbuka
di meja dekat pembaringan
“kenapa tak kauberi waktu
untukku menyusuri hari
lebih lama lagi?”
malam malam garing
panen semakin kering!
2005
=ISBEDY STIAWAN Z. S.=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar