setelah sampai dan pintu rumahmu masih terkunci
aku menunggu di halaman (teparnya di teras)
melepas keringat membiarkan angin mendarat
kemarau ini banyak menerbangkan debu
menyelimuti tubuhku dan bibirku begitu kelu
mengucap-ucap namamu
Kekasih, o berapa lama lagi aku menunggu
hingga kaudatang dan mengecup keningku?
di halaman rumahmu tak kudapati jalan
yang membawaku ke hadapanmu
sedang rindu kencan sangatlah kabir
di halaman waktu
aku jadi ragu
memandang kilatan—seberkas api
seperti dulu kurasakan di bukit tandus
Kekasih, apakah aku harus lagi menandu kayu
membelah golgota seperti ia duga?
darahku tak pernah mengucur
meskipun aku harus hidup asing
2001
=ISBEDY STIAWAN Z.S.=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar