jika kau telah sampai di kota tujuan, usah kau kenali aku lagi agar tak kau kirim kabar
yang menusuk-nusuk waktu lipurmu. cukulah aku tahu kalau kau seorang musafir
menuju kota pasir, namun lupa membawa sisir yang tertinggal di rambutku. sejuta
doa yang kusematkan di langit tinggi, akan curah bagai hujan yang selalu
kau rindu jika cuaca sangat gerah. doa-doa itu akan menjagamu, doa-doa itu
menyejukkanmu apabila hatimu terpanggang pasir panas.
di sebuah kota pada tiap sudut lubang menganga sisa penggalian oleh
tangan-tangan keras dan berkeringat. kota yang dulu sekali pernah pula
alpa menulis kenangan untukku, bahkan enggan mencatat alamat kuburku
karena aku hanya pendatang: singgah lalu pulang. tapi sempat meninggalkan
telapak kakiku di sepanjang jalan itu. masuk-keluar pasar...
jika habis doa-doa yang kukirim, kutunggu kau meminta lagi namun tak untuk
mengabarkan atau ingin tahu takdirku. sebab takdir kita tak sama, sebab nasib kita
sudah diatur oleh si pengatur secara berbeda. maka jalanlah kau ke kota tujuan,
taburkan impian-impian agar membenih. dan tulis kapan kau lahirkan anakanak
puisi itu. "kau mau mengasuh anak-anakku, kan?" tanyamu. kau tahu aku adalah
ayah dari jutaan puisi yang kehilangan orangtua setelah dilahirkan. aku adalah
pengayak bagi butirbutir puisi itu, sebelum kemudian hanyut juga karena laut
karena sungai karena hujan karena matahari karena musimmusim
yang suilit
sekali ditebak
di sini aku pun memimpikan setiap kota tujuan
karena selalu menyimpan namaku dan kenangan
4 Maret 2011-7:28
=ISBEDY STIAWAN Z. S.=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar