Kau adalah ruh
dari ruh alam semesta
Kebun-kebun
kami subur dan riang
Disebabkan
curahan kasihsayang-Mu
Namun karena
rumah Cinta telah kami tinggalkan
Lihat, jiwa
kami kini kerontang jadinya
Dan Kau pun
lari meninggalkan kami
Melalui
seruling kehidupan Kautiupkan lagu
“Sungguh,
takkan berubah nasib suatu kaum
Jika tak mampu
merubah alam pikirannya yang beku”
Hibur hati kami
yang sedih, tuang
Anggur cerlang
dan hangat itu sekali lagi
Ke dalam gelas
dan tenggorokan kami yang hampa
Himpunlah daun
yang berserak-serak ini
Jadikan kembali
pohon penghias tamanmu naung
Sungguh, hidup
ini akan iri pada mati
Jika mati demi
Kau dan di jalan-Mu pula
Tinggallah
dalam jiwa kami sekali lagi
Dengar seruan
‘Aku lebih dekat’-Mu dalam kalbu kami
Jangan
sembunyikan wajah pemurah-Mu
Dari tatapan
mata kami yang kosong
Jadikan kami sekali
lagi pemikul ayat-ayat-Mu
Beri kami
ketaatan mengabdi demi satu tujuan
Padukan iman
kami seperti Ibrahim
Bisikkan pada
hati kami, “Jangan takut kepada selain Tuhan!”
Jika hati kami
terlalu liat dan keras
Lembutkan dan
rubah jadi lantunan merdu suara Daud
Jika lembek,
tempalah jiwa kami seperti Kau tempa jiwa Musa
Jika redup,
nyalakan lagi suluh terang Rumi di rumah kami
Jika ciut,
karuniai kami ketabahan Ayub dan Yusuf
Berpangku
tangan bukan kebiasaan orang beriman
Jadikan lagi
kami puncak gunung dengan api menyala
Agar berhala
keraguan dapat kami hancurkan.
Karena kunci
Tauhid telah lepas dari tangan umat
Lihat, kini
kami tercerai berai di papan catur kehidupan
Bintang-bintang
kami redup di keluasan langit kelam
Menunggu sirna
dihalau sinar matahari siang
Kami ini satu
rumpun, sebuah keluarga besar
Arab, Jawa,
Persia, Tajik dan Melayu
Namun kami tak
lagi saling mengenal
Hidupkan lagi
ajaran saling mencinta antara kami
Pun umat dan
kaum yang lain
Sebab jika satu
kaum saja yang mencinta di bumi ini
Tentu dunia ini
akan tetap porak poranda
Malam-malam
kami hampa, siang-siang kami kerontang
Apa arti hidup
ini jika hanya memohon dan meratapi takdir?
Mengapa pula
kami harus membangun rumah untuk orang lain
Dan lupa menjelmakan
keinginan kami sendiri?
Ombak bergumul
ombak, karang bertarung melawan gelombang
Dari perarungan
hidup dan mati ini
Akan terjelma
lagu merdu kehidupan
Meminta-minta
bukan kebiasaan mukmin sejati
Haram baginya
tidak memasak makanannya sendiri
Karuniai lagi
kami cinta Salman dan Bilal
Ubahlah hati
umat yang kecut menjadi manis
Ajari lagi kami
rahasia La ilah
Bisikkan
kembali makna Illa`Llah ke dalam kalbu kami
Tuntun lagi
kami berkhidmat menaati kewajiban
Kau Maha Mulia,
sedang kami begitu hina
Limpahi lagi
kemulian pada kami yang dina ini
Beri kami
kekayaan hati seperti Sayidina Ali
Anugerahi lagi
kami semangat mencari seperti al-Kindi dan Biruni
Beri kami lagi
kejembaran pikiran Ibn Sina dan al-Ghazali
Telah lama kami
ratapi takdir
Namun takdir
selalu menghindar dari kami
Umat hanya
gemar berdoa dan memohon
Namun pelita
budi dan akal mereka telah padam
Kekayaan hikmah
dan kearifan dari kalam suci-Mu
Telah terkubur
oleh kebodohan dan taklid buta
Apa arti hidup,
jika tidak untuk menjelmakan diri
Mengapa kami
harus membangun rumah
Menurut
rancangan dan keinginan orang lain?
Kau adalah jiwa
dari jiwa alam semesta
Tampiklah kami
jika hanya gemar memohon
Ajari kami
berikhtiar menyingkap tabir rahasia takdir
Kami ini faqir,
hanya kepada-Mu berlindung
Beri kami
kesetiaan mengabdi demi satu tujuan
Malam-malam
kami hampa, siang-siang kami kerontang
Kami kaya,
namun kebodohan telah merampas kekayaan kami
Kegemaran kami
bukan memohon, namun jika kami memohon
Lindungi kami
dari tangan si zalim seperti Namrud dan Fir’aun
Kau Maha Besar,
jangan biarkan kami
Porak poranda
di tengah kebesaran-Mu
Perlihatkan
wajah pemurah-Mu pada penglihatan kalbu
Dengar seruan
dalam hati kami senantiasa
“Timur dan
Barat adalah milik-Nya” “Dan ke mana pun
kau memandang,
akan kaulihat wajah Tuhan!”
Ajari lagi kami
rahasia makna Kun Fayakun
Tanamkan lagi
ke dalam kalbu kami
Kalimat agung
Alastu birabbikum!
Terangi ruang
ini dengan lampu Wa Huwa ma`akum
Sesungguhnya
Dia senantiasa bersamamu
Campakkan semua
kepura-puraan ini
Jadikan lagi
kami khalifah-Mu di muka bumi
Baghdad,
Kordoba, Bukhara – kini hanya tinggal nama,
Pun Isfahan,
Agra dan Aceh Darussalam
Gemakan lagi
panggilan azan-Mu dari lubuk hati kami
Ajari kami
sekali lagi makna seruan “Tak gentar!”
Hingga kami
terbangun dari tidur yang nyenyak ini
Mekkah –
Jakarta 2003
=ABDUL HADI
WIDJI MUTHARI=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar