Rabu, 15 Maret 2017

SEBELUM PETANG MEMBAWA JASAD PERGI

Sebelum senja menutup diri
Kugapai tawa rembulan di atas hati
Jalan berliku tiada menjadi aral
Melepahi tiap jengkal senyuman
Dengan jejak keindahan yang terlahir
Kusemai ribuan benih cinta diruang waktu
Barangkali masih kutemui setangkai bunga
Yang dulu pernah memenuhi bilik sempit jiwa ini


Aku tak pernah henti mencintai
Seraut wajah yang tak hendak kubuang
Sosok jiwa yang telah berkalang dalam darah
Menyatu disetiap hembus bahagia yang terlahir
Aku mencintanya laksana malam
Yang tak pernah henti mendekap kegelapan
Dimana setiap desiran angin
Terdengar bagai lagu syahdu rayuan cinta

Sebelum petang membawa jasad berlalu
Kuingin berjabat sua purwa rupa dirimu
Sepasang paras jiwa yang tak henti kucintai



=MERPATI=

SESUNGGUHNYA ENGKAULAH

Kadang kegelisahanku mendesak dalam resah
Menghempas fatamorgana dibatas titik mati
Membuat daun daun layu dibalik alunan gerimis
Hingga tercipta desiran halus yang begitu menyakitkan
Kesendirian yang kerap menjelmakan hampa
Tak henti menggulirkan bola bola bekunya
Menggigilkan sekujur aliran darahku


Sesungguhnya engkaulah taman nirwanaku
Tempat dimana aku menaburkan jutaan benih kebahagiaan
Dan selarik senyumku tak henti merambahi alam sutera
Bermain dalam canda kasih nan memabukan
Betapa cinta telah mengubah seluruh warna perjalanan

Kadang aku tak percaya tentang kepergianmu
Selaksa mimpipun terurai dalam warna hitam
Melebur dan hilang, tertutup dalam sejarahmu
Namun satu hal yang tak pernah hilang dari jiwaku
Engkaulah perempuan termegah yang memancang baka cintaku



=MERPATI=

MENANTI BUTIRAN TANAH JATUH

Isyarat duka menikam jantung hari
Menggali risau dari kuburan kenang
Antara mimpi tersisa dan jiwa yang beku
Telah terpateri nisan membalur langkah
Membuat nadi ku berdetak kencang
Menahan himpitan hasrat yang kian renta


Hari hari telah menepi bersama sunyi
Menanti jasad luruh dalam kesendirian
Seribu nyanyian elegi mengiring remang
Memanggil lagu penghabisan menyempurnakan semua
Disini segala kepingan asa telah berserak rebah
Menghamburkan pisau yang perlahan lahan
Mencabik hembusan nafasku hingga lenyap

Telah kubangun makamku diatas bayanganmu
Dan aku tak pernah mampu berlari
Hanya diam menanti butir demi butir tanah jatuh
Membungkus ragaku terdiam selamanya



=MERPATI=

KUBIARKAN BERLALU

Kubiarkan darahku mengadu pada sepi
Menggamit irama jiwa keujung bisu
Seribu riuh terbakar kusam
Hingga membelah malam semakin renta
Dan lagu kabut derita yang padat
Menjadi karib yang memahat kesempurnaan remang


Telah kubiarkan bayang bayangmu terkapar
Dan berlalu ketika senja menjemput keakuan
Telah kukekalkan sebuah gelombang
Membawa mimpi terlahir lenyap kebalik samudera
Meski harus kugenggam malam yang menjelma
Menjadi belati pencabik keindahan rembulan

Kubiarkan rasaku mengadu pada awan
Dan menggenggam seribu gelisah yang terbit
Dari raut keakuan yang tergugah dari sebuah wajah kepalsuan



=MERPATI=

IA YANG BERNAMA DUKA

Bersama gemuruh yang dilemparkan waktu
Retakan senyum meluruh pada hening
Menjelma resah diatas kerikil tajam kehidupan
Mengaitkan segumpal beban diatas pundak renta
Aku terperangah disela wajah buram perjalanan
Menggenggam bulan pucat yang menyisakan rusuk
Hanya segaris kegelapan terpampang ditatap netra
Membuat jejakku tertatih ketika melewati pematang kehidupan


Ia yang bernama duka
Bertandang tiada mengucap salam
Merampas sebaris tawa bahagiaku kepelukan gelisah
Membuat aku rebah disela himpitan remang aral tercipta
Barangkali inilah yang disebut semesta sebuah roda kehidupan
Dimana jemari kegelapan mulai menuliskan aksara kepedihannya
Disepanjang ruang waktu yang kini terlihat kusam



=MERPATI=

ADA SEPOTONG HATI YANG MESTI KUJAGA

Embun meleleh di kaca jendela
Membawa mimpi luruh ke perut bumi
Dari balik pendaran cahaya fajar
Kulihat kelopak kembang bermekaran
Mengajak tawaku berlari menyongsong hari
Meninggalkan kepekatan bayang seusai subuh berdentang


Barangkali Tuhan telah menitipkan pesannya lewat cahaya mentari
Membakar gumpalan mimpi semu menguap ke penjuru awan
Dan aku tergugah, berlari pulang dari rengkuhan malam jahat
Meninggalkan semua tentangmu ke sudut jejak ketiadaan
Kueja senandung nyanyian angin fajar
Kurasakan desirnya begitu lembut membelai dinding keakuan
Membuat aku tersadar dari seribu kilau fatamorgana
Dimana ada sepotong hati nan indah
Yang mesti kujaga dari rengkuh pekat kegelapan tatap



=MERPATI=

KUTIKAM BAYANGAN RINDU

Kurambahi tubuh keheningan malam
Melintasi dedaunan bisu
Mengeja bulan pekat
Dimana samar kudengar desah ilalang menggigil
Memanggil purnama gelap bertandang
Pada akhirnya kulemparkan bayangan mu ke sudut sepi
Membisu diantara igauan burung hantu lelah
Hingga mengeluh di bawah hening semadhi malam


Telah kulewatkan begitu saja perbincangan lembah
Memeluk gigil cemara di sepanjang rangkulan angin
Mengeja butiran sepi disudut kegelapan kasih
Tak kupedulikan ratapan bunga malam di taman puspa
Mencumbu bayangan hampa dibalik lorong kenangan
Hanya semakin menorehkan remang pada jejak perjalanan

Kutikam segala yang tersisa diujung penggalan kasih
Hingga senyummu yang magma, tak lagi memanggil rindu
Meski yang terpampang diantara gundukan malam hanyalah sepi dan sepi
Yang kian menggigit nadiku dengan taring legamnya



=MERPATI=

MENANTI REBAH

Waktu memintas tanpa janji
Meretas benih kasih pada khianat
Segumpal kerinduan menjelma purwa dalam keraguan
Membuat aksaraku terhimpit kegundahan
Seribu bayanganmu mengendap di lorong tak berpintu
Menanti pucuk amarah meningkap rebah


Sajak ku tak mengungkapkan lagu
Merabai ladang sepi dengan desiran halus
Gairah cinta berlari, mengalirkan seribu wajah duka
Membakar sekujur nadiku pada sumur gelisah
Kata kata tak lagi menjadi gerimis yang menyejukan
Menggumpal hampa bagai buku yang telah kehilangan halamannya

Diujung bayanganmu aku terdiam bisu
Menatap kosong lorong lorong hatimu yang mulai menghitam
Dan kutahu akan menghilang pada akhirnya, kebalik remasan waktu
Yang menggulung resah disetiap detik perjalanan



=MERPATI=

AKU MUAK DITENGAH LELAHKU

Kuhempaskan bayangmu kebalik lirih gerimis
Menghilang bersama sepi yang kian renta
Sejumput kerinduan mengelam disudut remang malam
Seperti udara yang berlari menembusi rimbun dedaunan
Kupancang wajah kesendirian menjadi tonggak api
Membakar semua jelaga kenang, luruh bersama debu
Bahkan angin yang kerap membisikan namamu
Tak lagi mampu goyahkan arah tatap tergaris


Aku muak kekasih
Bersanding dengan dengan seribu kepalsuan senyum
Yang merampas hati kering
Dan membakarnya ke tumpukan unggun gelisah
Aku lelah
Menukar air mata dengan sejumput tawa semu
Tak ingin lagi aku berlarian disekujur rimbamu
Bercermin pada telagamu
Dimana yang menampak hanya segaris senyumku
Yang terlihat kian patah

Kugelar malam pada pelataran sunyi
Membuang semua nafas rindu yang mencari rupa
Bersama sebaris aksara namamu kebalik hujan
Hingga kudengar syatan air jatuh
Yang tengah membantai seonggok bayanganmu



=MERPATI=

LELAH DI ATAS KERAGUAN

Meluah rasa dipadan bayang
Beriring tatap merajuk hasrat
Seikat kembang terhirup nadi
Mewangi disepanjang aliran darah
Aku tergoyah di atas hamparan rasa
Merajut butiran mimpi dikisi jasad terbaring 


Pada gelisah waktu
Jantungku meronta liar
Memacu gairah cinta
Yang tak terungkap oleh nyanyian syair
Disepanjang senyumanmu
Kutahbiskan ayat ayat asmara yang membakar mimpi
Hingga tergoyah tatapmu menggulung di udara
Namun ada bayang yang tak terungkap dibalik lagu
Merajah semua kidungku kebalik hembusan remang angin senja

Disepanjang kekosongan, aku mabuk dan meronta ronta
Menggeliat resah diantara benih mimpi dan kenangan
Membuat aku lelah dibatas keraguan yang tercipta



=MERPATI=