Minggu, 26 Juli 2015

INDONESIAKU karya : Hamid Jabbar

Jalan berliku-liku
tanah airku
penuh rambu-rambu
indonesiaku

Sehelai karcis di genggaman, hari senja dan kulihat engkau

terpampang dalam headline & tajuk rencana koran-koran ibukota.

Engkau tersenyum dan sakit gigi. Engkau malu-malu bagai kucing

(entah mengeong entah mengerang entah marah entah sayang) yang

terpendam dalam deretan kata-kata nusantara yang lalu-lalang

keluar-masuk dalam kedirianku. Engkau tegak dan tumbang sepanjang

hari : bengkalaian sajak-sajak para penyair yang sempat terbit, dicetak

dengan rasa sesal serta malu yang purba.

Dan Maghrib pun menggema dan bel berdering nyaring dan aku terdesak

ke tepi nian; namun masih sempat membayangkan engkau, kasihku,

meskipun dengan terbata-bata

jalan berliku-liku                    jalan berliku-liku
tanah airku                              tanah airku
penuh rambu-rambu             penuh rambu-rambu
indonesiaku                             indonesiaku

Sebuah tas di pangkuan, terbentang malam dan kurasakan engkau

tunggang-langgang berpacu, bus tua yang tua-tua keladi (dipermak

ditimbun di kali berkali-kali) menangis dan bernyanyi seperti deretan

mimpi-mimpi. Engkau yang duduk terantuk-antuk dalam pasaran

dunia yang berdiri memaki-maki sepanjang jalanan gelombang

berliku-liku yang membadaikan tikaman hujan rambu-rambu hingga

aku terpelanting jauh ke belakang, namun masih sempat membayangkan

jarak yang telah & akan dilalui (suka tak suka mandi berenang

dalam telaga luka nanahmu o tanah airku), meskipun dengan terbata-

bata.

jalan berliku-liku
tanah airku
penuh rambu-rambu
indonesiaku

Sekujur tubuh di perjalanan, malam yang akan berdentang-dentang dan

kaulihat aku puntang-panting memburumu dari tikungan ke tikungan.
(Barangkali berjuta pohon telah tumbang dalam pacuanmu. Barangkali

berjuta mulut telah mengeringkan tanahmu o indonesiaku. Barangkali

berjuta ke mulut telah menguap-udarakan segala airmu pengap o
indonesiaku. O siapakah yang telah tercerabut, sayangku : engkau

tanah airku atau aku anak negerimu ?) Tetapi aku sungguh merasa

malu ketika kudengar engkau menyanyikan rasa tak berdaya

anak negerimu diancam ledakan-ledakan berangan akan purnama
sepanjang malam. Dan engkau pun menangis ketika malu kita jadi

malu semua : tertera dalam peta kita, luka-luka dan nyeri terbata-bata.

jalan berliku-liku
                            tanah airku
                            penuh rambu-rambu
                                                               indonesiaku

Sebibir duka tersangkut di bibir ngarai, anak negerimu terjaga dan

berhamburan ke jalanan. Bulan sepotong di atas luka o awan

mengelilinginya bagai nusantara

“Sebagai supir, saya tak begitu mahir," kata seorang yang mengaku

supir.
“Sebagai penumpang, kita tak begitu lapang," terdengar seseorang

mendengus.
                                                                                                         “Huss!”

tulis kamus.
                     “Kita membutuhkan lapang !” teriak orang-orang. “Kita
memerlukan kebebasan, “ dengus rambu-rambu dan tiang-tiang.

“Tetapi perjalanan harus dilanjutkan”, tulis travel biro dalam iklan.
Orang-orang membeli karcis dan kursi
       Orang-orang duduk menari hi-hi
              Orang-orang menari sambil memaki-maki.
                       Orang-orang memaki sampai bosan.
Orang-orang bosan dan bosan
                                                     Bus-bus jalan.

“Itu Pulau Sumatera,” kata seseorang menunjuk awan di tepi-tepi

bulan.
“Bukan, itu Pulau Kalimantan,”bantah seseorang sambil makan

udang.
“Salah, yang tepat adalah Pulau Jawa,” kata kondektur sambil minum

bajigur.

jalan berliku-liku                                                               jalan berliku-liku
tanah airku                                        tanah airku                    penuh

rambu-rambu                                    penuh rambu-rambu
                        indonesiaku                                                 indonesiaku

            Sepanjang jalanan sepanjang tikungan sepanjang tanjakan sepanjang

turunan rambu-rambu bermunculan.

Seribu tanda seru memendam berjuta tanda tanya. Seribu tanda
panah mencucuk luka indonesiaku. Seribu tanda sekolah memperbodoh

kearifan nenek moyangku. Seribu tanda jembatan menganga ngarai

wawasan si Badai si Badu. Seribu tanda sendok garpu adalah lapar dan

lapar yang senyum-senyum di luar menu. Seribu tanda gelombang

melambung hempaskan juang anak negerimu. Seribu tanda-tanda dijajakan

berjejal-jejal di mulutmu. Seribu tanda-tanda seribu jalanan seribu

tikungan seribu tanjakan seribu turunan liku-liku o luka tanah airku

dalam wajahmu indonesiaku.

jalan berliku-liku                                 jalan berliku-liku
tanah airku                                     tanah airku
penuh rambu-rambu                          penuh rambu-rambu
indonesiaku                                   lukamu lukaku

                                                                       STOP



1978
=HAMID JABBAR=

Tidak ada komentar:

Posting Komentar