Minggu, 30 Agustus 2015

PANJI LANANG KELANA karya : Subagio Sastrowardojo

di ruang sunyi

di tengah dada

ada lengking

ada sakit

berhenti bunyi jeram di bukit

istana sudah kosong

di antara tiang batu rindu terbaring

 

darah mengental

masih nyaring tuntutan tanah

dari mana berasal

dan bila kembali

taruhan yang salah

telah membuat diri mengembara

bayangan rumah surut di cakrawala

 

pada wajah silih berganti

belum bertemu apa yang dicari

topeng-topeng bisu

mengubur sisa haru

di balik dinding

betapa larut sinar hari

raut muka makin kejam

sosok asing hanya mau ramah semalam

 

kelana terkutuk tergolek di pinggir kota

(yang bukan punya dia)

sudah lama dia tidak bersolek

menyayangi rupa di kaca

hidupnya tidak untuk siapa

hanya untuk dirinya dia berada

jadi kabur garis pinta

dia tidak lagi punya apa

warisan yang masih ada

tinggal coretan mesum di kamarnya

gambar semu yang kabur artinya

 

dia tidak menyesal

bahwa dia tinggal di bawah hujan bintang

dan berjalan sebagai pangeran

yang memburu dan diburu kasih sayang

dia masih membutuhkan bukti

bahwa dia pernah di sini

bayang diri terlempar di layar kenangan

dan disiksa di sana kekal

 

dari pola ramuan nada

ingin didengarnya kata-kata

lagu tidak bisa sempurna

tanpa terjalin suara manusia

bahasa merdu itu yang begitu dikenalnya

bicaralah kirana madu kusuma

di tengah kehampaan ditangkapnya gema

 

hati melekat pada gejala yang diraba

jari gemetar mengusut makna pada tubuh mempesona

nestapa tumbuh dari bercumbu dengan dunia

dewi, di matamu membujuk nikmat sorga

 

yang memberinya keberanian

menempuh kegelapan

adalah benih

yang mau membenam ke perut malam

kalau tiada napsu

apakah mungkin dia pahlawan

menapak benua tanpa kawan

pada batas pajar

bakal ditemuinya kepuasan

 

pengalaman perawan

yang menyimpan rahasia tak terjamah

mengapa tidak dihisapnya segera

sampai tetes getah penghabisan

terkam sebelum kesempatan luput dari tangan

serta hidup susut oleh usia

di mulut masih titik air selera

 

sudah sekian saat

dia menunggu dekat kayu membara

dan melihat pijar terbasmi

lalu menyala berulang kali

bulan tua terasing di gurun pasir

dan dia seperti anjing

menggonggong mengusir sunyi

tidurnya diganggu oleh mimpi yang sama

nyawa laki dikejar dendam berahi

 

sejak termakan buah terlarang

ladang lama tinggal gersang

di dada telanjang

tersurat nasib petualang

selepas rindu merundung kekosongan baru

tidak setia jiwa jalang

 




=SUBAGIO SASTROWARDOJO=

Tidak ada komentar:

Posting Komentar