Selasa, 25 Agustus 2015

LAPORAN PERJALANAN KAMPRET DARI PROPINSI LAMPUNG karya : F. Rahardi

Setelah dipaksa

Oleh si oom yang ngarang buku ini

kami para kampret ini

segera terbang meninggalkan

Gunung Rajabasa

jumlah kami kira-kira tinggal 200 an ekor

padahal waktu start

dari Jakarta

jumlah kami sampai jutaan

Sebagian besar mati dan hilang

waktu kami menyeberangi selat Sunda

Lalu ada ribuan lagi yang ngabur

dari Gunung Rajabasa

lantaran pada protes tidak lagi

mau jadi tokoh buku ini

 

Hari memang belum terlalu gelap

tapi justru saat-saat seperti inilah

serangga makanan kami sangat banyak

karena perut kami sangat lapar

kami pun segera mencaplok

serangga-serangga itu

dengan sangat lahap

sambil terus menyusuri

kaki Gunung Rajabasa

 

Kami sengaja tidak melewati

kota Bandarlampung

Jadi dari gunung rajabasa

kami terus ke arah utara

menuju kota Palembang

meskipun kami baru pertama kali ini

menerbangi angkasa pulau Sumatera

namun berkat adanya indera ke VI

kami para kampret dengan sangat mudah

menentukan arah

tidak perlu kompas

tidak perlu altimeter

kami semua sudah bisa segera

menguasai medan

 

Ternyata bumi Sumatera

khususnya Lampung

tidak seperti yang semula

kami bayangkan

Vegetasi alam yang asli

sudah banyak yang rusak

beberapa malahan jauh lebih rusak

dari hutan-hutan lindung

di pulau Jawa

 

Kira-kira pukul sepuluh malam

(22.00 WIB)

kami para kampret mencium bau aneh

busuk luar biasa

Segera kami memperendah terbang kami

kami sengaja agak mengumpul

agar lebih mudah berkomunikasi satu sama lain

Nun di bawah sana tampak sebuah sungai

dari indera ke enam kami

ketahuanlah bahwa banyak ikan yang mati

beberapa rekan yang segera menjelajah

kawasan ini

segera melaporkan bahwa sungai itu

sudah tercemar oleh ampas singkong

ternyata di kawasan ini banyak sekali

pabrik tepung tapioka

dan ampasnya begitu saja dibuang ke sungai

kami tidak sempat menghitung

jumlah pabrik tapioka yang ada

tapi sepanjang perjalanan tercatat

sampai puluhan pabrik

kami terus terbang kea rah barat laut

bau busuk itu sdah jauh tertinggal

di belakang sana

 

Beberapa kampung dan kota kecamatan

kami lewati

kami banyak melihat surau

mesjid

pura

gereja

ada rumah-rumah model Jawa

ada yang model Sunda

model Bali

dan banyak juga rumah penduduk asli

meskipun penduduk-penduduk pendatang itu

dulunya transmigran

namun kesan dari indera ke enam kami

bau transmigran itu sudah tak ada lagi

tampaknya mereka sudah sangat kerasan

 

Menjelang tengah malam

ada beberapa rekan yang mengeluh

bahwa perut mereka mual-mual

semua kami mengira mereka ngidam

tapi ternyata cowok-cowoknya

juga mengeluh pusing dan muntah-muntah

dugaan kami kemudian

rekan-rekan itu

mabuk perjalanan

Untung di antara rombongan ini

ada beberapa rekan yang tahu ilmu medis

rekan-rekan yang sakit itu segera diperiksa

Terpaksalah rombongan berhenti

di areal kebun kelapa sawit

suasananya tampak gelap dan nyaman

ternyata rekan-rekan yang sakit itu

pada keracunan pestisida

tampaknya serangga-serangga

yang kami caplok sore tadi

banyak yang sudah mengisap cairan tanaman

yang barusan disemprot pestisida

 

Menurut rekan yang ahli medis tadi

teman-teman yang keracunan itu

pasti tidak akan tertolong lagi

memang kami tahu beberapa jenis daun

yang dapat kami makan

agar pengaruh jahat pestisida itu

bisa hilang

namun mereka yang kadar racunnya tinggi

pasti akan mati

 

Kami sedih

beberapa saat kemudian

rekan-rekan yang keracunan itu

memang segera mati

menurut perhitungan kami ada

43 ekor yang mati

terdiri dari 20 ekor jantan dewasa

16 betina dewasa

5 remaja dan 2 bayi kampret

mereka kami tinggal begitu saja

di kebun kelapa sawit

 

Untuk mengejar waktu

kami pun segera terbang lagi

ternyata sepanjang perjalanan ini

masih juga ada rekan-rekan yang mati

dan berjatuhan

kami putuskan untuk memperlambat

terbang

dan kami pun sepakat untuk

lebih berhati-hati lagi dalam

menyantap serangga

kami tidak berani lagi makan serangga

di sawah-sawah

di kebun karet

di areal kelapa sawit

dan di kebun-kebun cokelat

kami baru berani makan serangga

di hutan-hutan yang sudah rusak

di padang alang-alang

atau malahan di ladang singkong

menurut informasi dari indera ke VI kami

di kawasan-kawasan tadi

serangganya belum banyak tercemar pestisida

 

Kira-kira lewat tengah malam

kami beristirahat di sebuah hutan

yang sudah tidak perawan lagi

di situ memang masih ada gajah

tapi jumlahnya kami kira tidak begitu banyak

kami bergelayutan di dahan

dan ranting-ranting pohon

agar kami mengetahui jumlah rombongan ini

kami pun melakukan penghitungan

ternyata rombongan ini tinggal 110 ekor

tapi di luar dugaan kami

dari jumlah itu ada sekitar 20 an ekor

kampret setempat

para kampret Lampung ini tertarik

dengan iring-iringan kami lalu mengikuti

kami sudah menyarankan agar mereka

tidak usah ikut

tapi mereka ngotot

hingga kamipun membiarkannya

toh mereka tidak mengganggu

 

Setelah beristirahat sejenak

kamipun melanjutkan perjalanan

tampaknya kami sudah melewati

perbatasan propinsi Lampung

Agar kami dapat mencapai kota Palembang

sebelum fajar

kecepatan terbang kami pun kami tambah

namun akibatnya beberapa ekor kampret tua

banyak yang tidak kuat lalu jatuh

perjalan ini memang berat

tapi inilah risikonya jadi tokoh cerita

kami terpaksa harus tabah

harus tetap optimis

para kampret yang loyo

yang mudah putus asa

yang pesimis

memang tidak ikut bermigrasi

meraka ada yang tetap di kolong

jalan layang tol

ada yang tetap di Bumi Perkemahan Cibubur

ada yang menghuni Depo Lokomotif

ada yang di menara geraja

dan lain-lain

mudah-mudahan laporan perjalanan ini

tidak mengecewakan para pembaca semua

Soalnya kami-kami ini

memang bukan wartawan

bukan pengarang

jadi laporannya ya cuma begini ini

terima kasih

dan maaf kalau tidak bagus

 




=F. RAHARDI=

Tidak ada komentar:

Posting Komentar