Sabtu, 27 Juni 2015

SURAT INI ADALAH SAJAK TERBUKA karya : Taufik Ismail

Surat ini adalah sebuah sajak terbuka

Ditulis pada sebuah sore yang biasa. Oleh

Seorang warganegara biasa

Dari republik ini

 

Surat ini ditujukan kepada

Penguasa-penguasa negeri ini. Mungkin dia

Bernama Presiden. Jenderal. Gubernur.

Barangkali dia Ketua MPRS

Taruhlah dia anggota DPR

Atau pemilik sebuah perusahaan politik

(bernama partai)

Mungkin dia Mayor, Camat atau Jaksa

Atau Menteri. Apa sajalah namanya

Malahan mungkin dia saudara sendiri

 

Jika ingin saya tanyakan adalah

Tentang harga sebuah nyawa di negara kita

Begitu benarkah murahnya? Agaknya

Setiap bayi dilahirkan di Indonesia

Ketika tali-nyawa diembuskan Tuhan ke pusarnya

Dan menjeritkan tangis-bayinya yang pertama

Ketika sang ibu menahankan pedih rahimnya

Di kamar bersalin

Dan seluruh keluarga mendoa dan menanti ingin

Akan datangnya anggota kemanusiaan baru ini

Ketika itu tak seorangpun tahu

 

Bahwa 20, 22 atau 25 tahun kemudian

Bayi itu akan ditembak bangsanya sendiri

Dengan pelor yang dibayar dari hasil bumi

Serta pajak kita semua

Di jalan raya.di depan kampus atau di mana saja

Dan dia tergolek di sana jauh dari ibu, yang

Melahirkannya. Jauh dari ayahnya

Yang juga mungkin sudah tiada

Bayi itu pecahlah dadanya. Mungkin tembus keningnya

Darah telah mengantarkannya ke dunia

Darah kasih sayang

Darah lalu melepasnya dari dunia

Darah kebencian

 

Yang ingin saya tanyakan adalah

Tentang harga sebuah nyawa di negara kita

Begitu benarkah gampangnya?

Apakah mesti pembunuhan itu penyelesaian

Begitu benarkah murahnya? Mungkin sebuah

Nama lebih penting

Disiplin tegang dan kering

Mungkin pengabdian kepada negara asing

Lebih penting

Mungkin

 

Surat ini adalah sebuah sajak terbuka

Maafkan para studen sastra. Saya telah

 

Menggunakan bahasa terlalu biasa

Untuk puisi ini. Kalaulah ini bisa disebut puisi

Maalkan saya menggunakan bahasa terlalu biasa

Karena pembunuhan-pembunuhan di negeri inipun

Nampaknya juga sudah mulai terlalu biasa

Kita tak bisa membiarkannya lebih lama)

 

Kemudian kita dipenuhi pertanyaan

Benarkah nyawa begitu murah harganya?

Untuk suatu penyelesaian

Benarkah harga-diri manusia kita

Benarkah kemanusiaan kita

Begitu murah untuk umpan sebuah pidato

Sebuah ambisi

Sebuah ideologi

Sebuah coretan sejarah

Benarkah?

 

 

 

1965

=TAUFIK ISMAIL=

Tidak ada komentar:

Posting Komentar