Sabtu, 27 Juni 2015

DOA karya : Abdul Hadi Widji Muthari




Kau adalah ruh
dari ruh alam semesta



Kebun-kebun
kami subur dan riang



 



Disebabkan
curahan kasihsayang-Mu



Namun karena
rumah Cinta telah kami tinggalkan



Lihat, jiwa
kami kini kerontang jadinya



Dan Kau pun
lari meninggalkan kami



 



Melalui
seruling kehidupan Kautiupkan lagu



“Sungguh,
takkan berubah nasib suatu kaum



Jika tak mampu
merubah alam pikirannya yang beku”



 



Hibur hati kami
yang sedih, tuang



Anggur cerlang
dan hangat itu sekali lagi



Ke dalam gelas
dan tenggorokan kami yang hampa



 



Himpunlah daun
yang berserak-serak ini



Jadikan kembali
pohon penghias tamanmu naung



Sungguh, hidup
ini akan iri pada mati



Jika mati demi
Kau dan di jalan-Mu pula



Tinggallah
dalam jiwa kami sekali lagi



Dengar seruan
‘Aku lebih dekat’-Mu dalam kalbu kami



 



Jangan
sembunyikan wajah pemurah-Mu



Dari tatapan
mata kami yang kosong



Jadikan kami sekali
lagi pemikul ayat-ayat-Mu



Beri kami
ketaatan mengabdi demi satu tujuan



Padukan iman
kami seperti Ibrahim



Bisikkan pada
hati kami, “Jangan takut kepada selain Tuhan!”



 



Jika hati kami
terlalu liat dan keras



Lembutkan dan
rubah jadi lantunan merdu suara Daud



Jika lembek,
tempalah jiwa kami seperti Kau tempa jiwa Musa



Jika redup,
nyalakan lagi suluh terang Rumi di rumah kami



Jika ciut,
karuniai kami ketabahan Ayub dan Yusuf



Berpangku
tangan bukan kebiasaan orang beriman



 



Jadikan lagi
kami puncak gunung dengan api menyala



Agar berhala
keraguan dapat kami hancurkan.



Karena kunci
Tauhid telah lepas dari tangan umat



Lihat, kini
kami tercerai berai di papan catur kehidupan



Bintang-bintang
kami redup di keluasan langit kelam



Menunggu sirna
dihalau sinar matahari siang



 



Kami ini satu
rumpun, sebuah keluarga besar



Arab, Jawa,
Persia, Tajik dan Melayu



Namun kami tak
lagi saling mengenal



Hidupkan lagi
ajaran saling mencinta antara kami



Pun umat dan
kaum yang lain



Sebab jika satu
kaum saja yang mencinta di bumi ini



Tentu dunia ini
akan tetap porak poranda



 



Malam-malam
kami hampa, siang-siang kami kerontang



Apa arti hidup
ini jika hanya memohon dan meratapi takdir?



Mengapa pula
kami harus membangun rumah untuk orang lain



Dan lupa menjelmakan
keinginan kami sendiri?



Ombak bergumul
ombak, karang bertarung melawan gelombang



Dari perarungan
hidup dan mati ini



Akan terjelma
lagu merdu kehidupan



 



Meminta-minta
bukan kebiasaan mukmin sejati



Haram baginya
tidak memasak makanannya sendiri



Karuniai lagi
kami cinta Salman dan Bilal



Ubahlah hati
umat yang kecut menjadi manis



Ajari lagi kami
rahasia La ilah



Bisikkan
kembali makna Illa`Llah ke dalam kalbu kami



 



Tuntun lagi
kami berkhidmat menaati kewajiban



Kau Maha Mulia,
sedang kami begitu hina



Limpahi lagi
kemulian pada kami yang dina ini



Beri kami
kekayaan hati seperti Sayidina Ali



Anugerahi lagi
kami semangat mencari seperti al-Kindi dan Biruni



Beri kami lagi
kejembaran pikiran Ibn Sina dan al-Ghazali



 



Telah lama kami
ratapi takdir



Namun takdir
selalu menghindar dari kami



Umat hanya
gemar berdoa dan memohon



Namun pelita
budi dan akal mereka telah padam



Kekayaan hikmah
dan kearifan dari kalam suci-Mu



Telah terkubur
oleh kebodohan dan taklid buta



 



Apa arti hidup,
jika tidak untuk menjelmakan diri



Mengapa kami
harus membangun rumah



Menurut
rancangan dan keinginan orang lain?



Kau adalah jiwa
dari jiwa alam semesta



Tampiklah kami
jika hanya gemar memohon



Ajari kami
berikhtiar menyingkap tabir rahasia takdir



 



Kami ini faqir,
hanya kepada-Mu berlindung



Beri kami
kesetiaan mengabdi demi satu tujuan



Malam-malam
kami hampa, siang-siang kami kerontang



Kami kaya,
namun kebodohan telah merampas kekayaan kami



Kegemaran kami
bukan memohon, namun jika kami memohon



Lindungi kami
dari tangan si zalim seperti Namrud dan Fir’aun



 



Kau Maha Besar,
jangan biarkan kami



Porak poranda
di tengah kebesaran-Mu



Perlihatkan
wajah pemurah-Mu pada penglihatan kalbu



Dengar seruan
dalam hati kami senantiasa



“Timur dan
Barat adalah milik-Nya” “Dan ke mana pun



kau memandang,
akan kaulihat wajah Tuhan!”



 



Ajari lagi kami
rahasia makna Kun Fayakun



Tanamkan lagi
ke dalam kalbu kami



Kalimat agung
Alastu birabbikum!



Terangi ruang
ini dengan lampu Wa Huwa ma`akum



Sesungguhnya
Dia senantiasa bersamamu



Campakkan semua
kepura-puraan ini



 



Jadikan lagi
kami khalifah-Mu di muka bumi



Baghdad,
Kordoba, Bukhara – kini hanya tinggal nama,



Pun Isfahan,
Agra dan Aceh Darussalam



Gemakan lagi
panggilan azan-Mu dari lubuk hati kami



Ajari kami
sekali lagi makna seruan “Tak gentar!”



Hingga kami
terbangun dari tidur yang nyenyak ini



 



 



 



Mekkah –
Jakarta 2003



=ABDUL HADI
WIDJI MUTHARI=



 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar